"Berbagi Kata, Berbagi Berita"

Sharing Sedulur: Kekerasan Seksual Merajalela. Apakah Peraturan Kemendikbud No.30 Tahun 2021 Benar-benar Diterapkan?

Permendikbud No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi menuai kontroversi. Ada yang mendukung Pemendikbud ini karena dianggap memiliki dampak positif terhadap pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan kampus yang dapat memberikan jaminan dan rasa aman khususnya bagi korban, namun tidak sedikit pihak yang menilai bahwa isi Permendikbud No 30 tahun 2021 perlu di revisi, salah satunya mengenai Pasal 5 ayat (2) yang memuat consent dalam bentuk frasa “tanpa persetujuan korban” frasa tersebut dalam Permendikbud ini dinilai melegalkan seks bebas. 

Pada hari Selasa (23/11) Lembaga Pers Mahasiswa Fenomena FKIP Unisma mengadakan sesi diskusi mengenai kekerasan seksual yang saat ini kasus tersebut marak diperbincangkan. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan mengenai kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan khususnya perguruan tinggi serta membahas mengenai pengimplementasian Permendikbud No 30 tahun 2021, serta mengulik pasal-pasal dalam Permendikbud No 30 tahun 2021 yang menuai berbagai pro-kontra.

Pemateri pertama dalam diskusi Sharing Sedulur ialah saudari Nissa Nurul dari organisasi Jaringan Muda. Menurut Nissa sebelum mengulik lebih dalam mengenai peraturan kemendikbud No.30 tahun 2021 alangkah lebih baik mengerti bahwa parutan tersebut membahas pencegahan dan penenganan kekerasan seksual. Kekerasan seksual ialah setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh atau fungsi reproduksi manusia, karena adanya ketimpangan kuasa atau gender yang nanti berakibat menderita fisik, psikis, mengganggu fungsi reproduksi seseorang, dan hilangnya kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman, nyaman, dan optimal.

            Menurut Nissa kasus kekerasan seksual bisa diibaratkan seperti fenomena gunung es “kelihatan dipermukaan kuncup atau hanya sedikit, aslinya dia merupakan fenomena yang tersimpan banyak dibalik yang terlihat”. Kekerasan seksual bukan hanya terjadi di kampus-kampus besar namun banyak sekali terjadi di kampus-kampus lainnya. Adanya kekerasan seksual juga dipicu karena adanya relasi kuasa. Kekerasan seksual bukan hanya dapat terjadi saat pelaku dan korban bertemu langsung namun kekerasan seksual bisa terjadi dengan fasilitas teknologi yang tersedia atau yang biasa disebut dengan KBGU (Kekerasan Berbasis Gender Online). pelaku tidak perlu bertemu langsung dengan korban namun bisa dengan via WhatsApp, Instagram, Twitter dan lain-lain.

            Setelah Nissa memaparkan ilmu mengenai kekerasan seksual dilanjutkan oleh pemateri kedua yaitu Aulia Maghfiroh dari perwakilan Resisten Indonesia. Saudari Fira menegaskan kembali pendapat-pendapat yang telah disampaikan oleh saudari Nissa. Dalam penyampaian materi Fira lebih menekankan bahwa kekerasan seksual terjadi bukan karena pakaian yang digunakan oleh korban, namun kesalahan pemikiran pelaku karena berpakaian apapun orang tersebut jika pemikiran pelaku ingin melakukan kekerasan seksual maka hal tersebut akan terjadi.

            Menurut Fira pengertian kekerasan seksual yang menjadi perdebatan ialah mengenai “yang bisa disebut kekerasan seksual ialah tidak adanya izin atau persetujuan antara dua belah pihak”. menurut beberapa pihak hal tersebut dapat disalah artikan sebagai pelegalan tindakan seks bebas.

            Setelah sesi pemaparan materi dari dua pemateri dilakukan sesi tanya jawab. Saat sesi tanya jawab peserta dan pemateri menanggapi dengan sangat seru. Ada salah satu pertanyaan dari peserta diskusi mengenai “sempat dijelaskan oleh saudari Nissa bahwa pelaku dapat dipulihkan lagi nama dan pekerjaanya. Pertanyaannya apakah hal tersebut tidak berpengaruh dengan kondisi korban jika masih tetap bertemu dengan pelaku?” Yang bisa dipulihkan nama dan pekerjaanya jika diduga pelaku terbukti tidak bersalah, namun jika terbukti bersalah maka hal tersebut tidak dapat terjadi, jelas Nissa.

penulis

Rifa

Editor:

Komariyah

Berita Terkait

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

LPBA-BIPA Universitas Islam Malang Menggelar Lokakarya Penguatan Program Bahasa Asing dan BIPA 2024

Semangat Solidaritas Membentuk Generasi Berkualitas dalam Temu Akrab Mahasiswa Baru PBSI Unisma

2 Tahun Tragedi Kanjuruhan : Menjaga Solidaritas Masyarakat Sipil Terhadap Perjuangan Keluarga

Talkshow Pendidikan Ikut Memeriahkan Penutupan Kompetisi Matematika Nasional PHI Ke-XXIII di Unisma

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Produk Fenomena

Buletin Fenomena Edisi September 2024

Lensa

Terbaru

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Populer

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Terbaru

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat

Populer

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat

Produk Fenomena

Buletin Fenomena Edisi September 2024

Lensa