"Berbagi Kata, Berbagi Berita"

PROFESOR LULUK S.A.P: BENGAWAN YANG MENCIPTAKAN SUNGAI LAIN

Oleh: Akhmad Mustaqim (tenaga pengajar)

Gajah mati meninggalkan gading. Kijang mati meninggalkan tanduk yang jadikan pedut rokok, profesor tutup usia menitipkan pelbagai penelitian di kepala para akademisi selanjutnya. Penelitian-penelitian dosen Universitas Islam Malang (Unisma) Profesor Luluk Sri Agus Prasetyoningsih, misalnya, tetap dibicarakan orang, lantaran pokok pembahasan penelitiannya terkait Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Mesti Ia telah berpulang, kelak di masa depan penelitian tak sekadar hidup di kepala para mahasiswa jurusan pendidikan dan bahasa saja. Misal psikologi dapat mengarungi penelitiannya.

Dosen yang sangat dihormati lantaran dedikasinya dalam mendidik, membimbing, dan mengarahkan mahasiswa ke penelitian ke ABK. Selain itu, dedikasi terkait mahasiswa untuk menjadi tenaga pengajar yang baik dan benar di dalam kelas. Kerap kali juga mengantarkan para mahasiswa mengarungi pengalaman mahasiswa berkesan dan berpengetahuan beneran. Tak membayangkan kalau dosen sekadar mengajar, tak serius membimbing sepertinya, hanya akan jadi mahasiswa mendapat nilai saja, tidak dengan pengalaman, pengetahuan, dan penelitian yang semestinya dasar dari para mahasiswa.

Sebagai mahasiswa yang dapat banyak beranda pengetahuan dari mendiang Bunda Luluk dan berharap dapat berokahnya. Sebab dari mahasiswa yang dapat kesempatan jadi mahasiswa di dua jenjang S1 dan S2, sangat membekas di ingatan panjangku. Bahwa selalu konsisten dan persisten dalam dedikasinya kepada mahasiswa, khusus dalam sebuah terjun di dunia pendidikan.

Dulu sekali, kurang lebih empat tahun lalu waktu masih jenjang S1, semester empat, saya melakukan penelitian ABK di daerah pelosok desa Malang Selatan. Waktu menemui seorang ibu rumah tangga yang punya dua anak, keduanya punya kelainan dari segi pemerolehan bahasa pertama. Kami dengan kawan waktu itu hingga bermalam di sana untuk melakukan observasi keseharian kedua akan dalam berkomunikasi dengan keluarganya. Untuk mengambil sampel datanya. Pengalaman itu melekat di hati, dan saya merasa kalau memang menikmati masa menjadi mahasiswa untuk terjun ke lapangan untuk penelitian. Kesempatan itu punya ruang tersendiri di hati–yang saat itu mendiang dosen pengampunya.

Beranda pengetahuan saya secara personal tidak aliran pengetahuan, tapi ada jalan lain dengan mengarungi penelitian lagi di waktu S2 saat itu. Waktu itu saya diberi kesempatan meneliti mahasiswa S1 di salah satu kampus PTN di Malang–yang dari luar negeri, tepatnya Uzbekistan. Peran beliau juga sangat andil kala itu. Saya yang saat itu dapat tugas itu, yang pada dasarnya saya jika bertemu orang baru gembira. Hal itu seperti sungai pengetahuan mengalir di bagian pemerolehan bahasa–yang dengan kata lain fokus mendiang dalam mengajar. Dan kini saya seperti menyelami sungai dari aliran yang diciptakannya.

Kenangan dan Ingatan

Novelis Amerika pernah menuliskan, kesehatan, pekerjaan yang lancar keceriaan, bersama keluarga, kawan-kawan, kenikmatan di ranjang. Dan aku tak lagi punya semua itu, kau tahu. Tak satu pun. Kenangan itu disampaikan satu hari sebelum meninggal Ernest Hemingway, yang bercerita kepada temannya yang kelak akan menulis riwayat hidupnya. Ia bernama A.E. Hotchner.

Saat itu, saya berkabung ketika mendiang Prof Luluk Sri Agus Prasetyoningsih awal mendengar kabar duka. Tulisan ini sengaja ditulis setelah tujuh harinya. Saat itu khawatir mata sembab tak mampu membendung saat menulis obituari ini. Ia meninggalkan banyak air mata duka kehilangan, dan air mata suka, lantaran dedikasi mendiang yang melampaui kepedihanku yang berusaha menyelami beranda aliran sungai ciptaannya. Dan saya tetap berharap kesempatan baik kerap berpihak.

Kelak teks dan gambar akan jadi air mata. Entah baik ataupun buruk perlu dirayakan dengan dedikasi–yang dapat mencipta sungai lagi bagi kenangan, dan yang merasa kehilangan tak akan dapat menahan air matanya di ingatan. Dedikasi sosok yang deras keikhlasan itu dalam mendidik akan jadi air mata bahagia atau duka di masa akan mendatang.

Dedikasi dan Hal-Hal Lain yang Penuh Arti

Secara personal dan universal. Dari awal mengenal mendiang sebagai dosen, saat mengampu mata kuliah profesi guru. Dulu dalam ingatan panjangku terhadap beliau. Saat mengajar di kelas penuh semangat beliau betul-betul membimbing kami untuk menjadi tenaga pendidik yang baik serta berwibawa di dalam kelas. Dedikasi itu sangat terasa secara pribadi ketika saya mengarungi dunia pendidikan secara praktikal di lapangan.

Adapun serpihan ingatan-ingatan kecil saya terhadap almarhumah ketika di kelas saat menjadi mahasiswa begitu mengakar kala betul-betul dengan serius menjadi tenaga pengajar. Begitu arif serta telaten kala mengajar mahasiswa untuk menjadi tenaga pendidik bermartabat. Walaupun pada sisi lain kerap membuat para mahasiswa tak memiliki mental baja atau sekalipun memiliki mental baja akan getir untuk masuk kelas beliau. Bukan karena galak atau dikenal dosen killer,–secara pribadi pernyataan itu tak benar atau tak terima secara pribadi.

Mendiang merupakan dosen visioner untuk mencipta mahasiswa–punya mental pendidik tak sekadar mengajar dan membocorkan pengetahun pada mahasiswa, melainkan dedikasinya itu untuk membuka sudut pandang mahasiswa jadi tenaga pengajar benar-benar bisa membentuk peserta didik mengenal jadi diri serta keahliannya. Dengan proses di kelas begitu serius (gembleng) mahasiswa jadi pengajar handal dan baik.

Cara beliau mengajar di kelas cukup variatif dan bahkan asyik. Akan tetapi tidak semua orang banyak menganggap itu menyenangkan, kadang juga dianggap menegangkan. Tak ayal kalau ada beberapa mahasiswa tak serius kuliah merasa sangat tak berkemanusiaan kalau mengajar, membuat suasana kelas horor, kerap menuai air mata ketakutan, bahkan terkait bahas halus yang menyayat hati kerap dilontarkan; “anda mahasiswa masak presentasi Power Point, jadi teks point harus malu jadi mahasiswa bunda–jangan diulangi lagi ananda/dinda.” Sebagai mahasiswa belum mengerti dibalik cara mengajarnya, padahal cara mengajar itu seperti halnya sebuah gunung es. Tentu ada banyak menyimpan beranda penting di sungai kehidupan mendatang di dunia pendidikan sebagai tenaga pengajar–terkhusus terkait untuk Anak Berkebutuhan Khusus (AKB).

Secara pribadi saya merasa sangat senang dengan pembelajaran beliau. Karena secara tidak langsung, tawaran pembelajaran tersebut tidak memperhatikan manusia normal, melainkan masih ada rasa pedulian pada konteks pendidikan secara umum harus mendapat akses serta setara. Terkhusus di Indonesia telah tertulis di dalam Undang Undang 1945 pada pembukaan yang berbunyi pada pasal 28c ayat 1 UUD 1945 setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Pernyataan di atas itu yang membuat beliau selalu bersemangat bahwa pendidikan bagi setiap orang punya hak setara; terkait fasilitas, penanganan, dan perlakuan dalam dunia pendidikan. Dengan kata lain peserta didik ABK seolah-olah tidak terjamah atau tak punya kesempatan sama secara menyeluruh, bahkan terkadang diabaikan oleh para pendidik atau instansi pendidikan di Indonesia yang jarang menyediakan kurikulum khusus ABK. Bunda, sebutan akrabnya kerap menyuarakan “Isu ABK perlu diperhatikan juga oleh para pendidik.” Dengan suara lengking kerap dilontarkan di kelas yang diampunya. Oleh karena itu, tak menutup kemungkinan para mahasiswa yang diampu mendiang di telinganya akrab dengan kata; …”ABK atau penelitian ABK perlu diteliti oleh para akademisi kita, kalau bukan kita siapa lagi!” Suara itu kerapa didengar ketika di dalam kelas ada mendiang.

Sebelum diakhiri tulisan ini, mari menundukkan kepala sejenak memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk mengirimkan doa dan fatihah kepada mendiang, semoga di tempatkan surga-Nya. Semoga kita sebagai mahasiswa mencipta bengawan bagi sungai-sungai lain sesuai bidangnya. Dan mahasiswa yang optimis, terus bersemangat belajar, berkata “kita harus jadi estafet dedikasinya, harus bisa, dan tentu harus bisa. Salam PBSI darah dan rumahku!”

Tulisan Lain di &

Rest In Poor Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNISMA

Tok! Fikri-Amila Unggul 71,51% di Pemira Unisma 2025, KPU Tunggu Masa Sanggah 3 Hari Sebelum Penetapan Final

Sukseskan Gelar Grand Final, FKIP Unisma Lahirkan Duta Mahasiswa Profesional dan Berakhlakul Karimah.

Politik Bukan “Seni Pasrah”: Melawan Demokrasi Semu dan Menuntut Jihad Intelektual Mahasiswa UNISMA

Mahasiswa PBSI Unisma Gelar Kegiatan Sosial di Panti Asuhan Nurul Jadid melalui Cerita dan Game Edukatif dalam Peringatan Hari Anak Sedunia

Hari Santri 2025 di Unisma: Santri sebagai Pengawal Moral Bangsa dan Pembangun Peradaban Dunia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Rest In Poor Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNISMA

Tok! Fikri-Amila Unggul 71,51% di Pemira Unisma 2025, KPU Tunggu Masa Sanggah 3 Hari Sebelum Penetapan Final

Sukseskan Gelar Grand Final, FKIP Unisma Lahirkan Duta Mahasiswa Profesional dan Berakhlakul Karimah.

Politik Bukan “Seni Pasrah”: Melawan Demokrasi Semu dan Menuntut Jihad Intelektual Mahasiswa UNISMA

Populer

Rest In Poor Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNISMA

Tok! Fikri-Amila Unggul 71,51% di Pemira Unisma 2025, KPU Tunggu Masa Sanggah 3 Hari Sebelum Penetapan Final

Sukseskan Gelar Grand Final, FKIP Unisma Lahirkan Duta Mahasiswa Profesional dan Berakhlakul Karimah.

Politik Bukan “Seni Pasrah”: Melawan Demokrasi Semu dan Menuntut Jihad Intelektual Mahasiswa UNISMA