Pelaksanaan pembelajaran secara daring atau virtual sudah berjalan lebih dari 1 tahun, terhitung sejak Maret 2020 dan hingga sekarang pembelajaran tetap dilakukan secara daring, namun melalui pelaksanaan vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah kepada pendidik dan tenaga pendidik, serta kepada siswa yang sudah memasuki kriteria usia minimum untuk dapat menerima vaksin. Berdasarkan dalam artikel detikhealth yang dimuat pada Kamis, 08 Juli 2021 menjelaskan bahwa usia yang boleh menerima vaksin adalah 12-17 tahun
“Dalam petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi COVID-19 oleh Kementerian Kesehatan, untuk usia anak, vaksin bisa diberikan pada usia 12-17 tahun”
Pada Senin tanggal 6 September 2021 pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) serentak dilaksanakan di sekolah-sekolah pada jenjang SD, SMP atau pun SMA di Kota Malang, yang tentu pelaksanaan setiap jenjang berbeda-beda, disesuaikan dengan ketentuan atau kebijakan di sekolah masing-masing.
Icha Nurhalimah, salah satu Mahasiswa PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang melaksanakan kegiatan PPL di SMA Negeri 7 Malang menjelaskan bahwa selama PPKM pelaksanaan kegiatan PPL dilakukan secara daring atau virtual menggunakan aplikasi zoom yang dilakukan selama satu kali dalam seminggu, tapi sejak terjadi penurunan level PPKM di Kota Malang, pemerintah dan sekolah memutuskan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan berbagai prosedur yang berlaku.
“Sejak terjadi penurunan level PPKM di kota Malang, akhirnya pembelajaran dilaksanakan secara Luring atau tatap muka mulai Senin kemarin, dan aku kebagian untuk mengajar luring pada hari Selasa untuk mengajar di kelas XI MIPA 2”
Sistem pelaksanaan PTM adalah dengan mengikuti prosedur yang berlaku, yaitu siswa harus membawa surat izin yang ditandatangani oleh orang tuanya masing-masing, serta kapasitas siswa yang boleh ikut pelaksanaan PTM sebanyak 50% dari jumlah siswa. Sedangkan 50% siswa lainnya mengikuti pembelajaran secara daring menggunakan virtual zoom, dan begitu seterusnya dilaksanakan secara bergantian. Untuk jam pembelajaran tetap disesuaikan dengan pelaksanaan secara daring yaitu 30 menit setiap satu jam pelajaran (JP).
Siswa di sekolah hanya dibatasi sampai pukul 09.00 WIB kemudian 1 jam berikutnya siswa pulang ke rumah masing-masing untuk istirahat, kemudian pukul 10.00 WIB siswa yang mengikuti pembelajaran luring kembali mengikuti pembelajaran secara daring.
Sistem pembelajaran seperti ini dinilai kurang efektif, dan cukup membuat ribet terhadap pelaksanaan pembelajaran. Hal ini disampaikan oleh Icha Nurhalimah ketika diwawancarai melalui via wa.
“Iya bukan hanya ribet, tetapi sistem pembelajaran seperti ini menurutku kurang efektif, karena kan kita ngajar hanya 30 menit tiap JPnya, belum lagi kita harus mempersiapkan media pembelajarannya, seperti memasang kamera webcamnya ke laptop, kemudian menyalakan LCD, menyambungkan ke zoom, dan hal lain, kalau diperkirakan sekitar 10 menit itu terbuang percuma, dan kita hanya memberikan materi ke siswa 20 menit-an, dan menyampaikan materi ke siswa hanya 20 menit itu kurang menurut aku”
Di masa pandemi seperti sekarang ini, tentu memang banyak hal yang tidak mudah, begitu pula pada dunia pendidikan, guru dan siswa harus saling menguatkan dan bekerja sama agar pembelajaran tetap bisa berjalan di masa yang mudah ini, dan selama ini, pihak pemerintah sudah memberikan upaya terbaik untuk tetap memaksimalkan pelaksanaan pendidikan di masa pandemi ini, mulai dari program Kampus Mengajar Perintis, hingga program Kampus mengajar angkatan 2 yang bertujuan untuk memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran di masa pandemi dengan melibatkan para mahasiswa terjun ke sekolah-sekolah yang dibutuhkan, khususnya daerah 3T.
Meskipun upaya tersebut, belum sepenuhnya memberikan dampak yang signifikan terhadap pendidikan di masa pandemi ini, tetapi harapan-harapan untuk menumbuhkan dan menghidupkan pendidikan terus diupayakan sebaik mungkin agar generasi tetap tumbuh menjadi generasi yang berintelektual dan berwawasan luas.