“Katanya ajaib, apakah Ia seorang pesulap? Atau dukun kawakan? Inilah kisahnya…”
Manusia kuat berusia setengah abad itu bernama lengkap Imam Basori. Sosoknya yang menarik, membuat Ia dijuluki sebagai tukang cukur ajaib. Meskipun bilik cukurnya tak seindah barbershop, tetapi Ia tetap meyakini bahwa rezeki manusia tidak akan tertukar.
Di desa Kedunggebang tempat Ia tinggal, mayoritas warga disana masih berpegang teguh dengan pekerjaan turun temurun. Selain terkenal dengan Desa pengrajin genting terbaik, ada pula beberapa warga memproduksi tahu rumahan. Persawahan yang luas membentang, tak ayal bahwa masyarakat disana didominasi sebagai seorang petani. Sekitar dua kilometer ke arah timur juga terdapat laut dengan ekosistem flora dan fauna yang indah, menjadi nelayan juga pilihan terbaik bagi warga Desa Kedunggebang.
Ketika pertanyaan terlontar, mengapa Ia tidak memilih salah satu pekerjaan yang sudah famous di Desa tersebut?
Tukas pria paruh baya tersebut, “Siapa bilang saya tidak memilihnya? Justru pekerjaan itu semua ada dalam diri saya!”
“Perhatikan baik-baik! Saya seorang pengrajin genting, setiap hari saya mengolah genting (kepala) orang. Saya seorang petani, setiap hari memanen rambut orang-orang disini. Saya juga seorang nelayan, setiap hari menjaring kutu di kepala manusia. Bukan begitu?”, humor bapak dua orang anak itu.
Seketika pertanyaan-pertanyaan yang sudah tertulis rapi, kembali mendulang otak. Bagaimana tidak? Melihat semangat dan juga kegigihan yang Ia tampilkan. Kemudian, bibirnya gemetar saat menyatakan makna dari pekerjaan pangkas rambut bagi pria kelahiran 69 itu.
“Saya tidak pernah bermimpi menjadi seorang tukang cukur. Tiba-tiba saja terjadi dan pekerjaan ini sungguh ajaib. Tidak semua orang bisa merasakan apa yang saya rasakan”, ujarnya sengaja membuat penasaran.
Awalnya, Imam bergabung dengan usaha cukur orang lain di Kalimantan Selatan. Setelah cukup menguasai bidangnya, Ia nekat membuat bilik berukuran 5×5 meter sendiri untuk tempat peralatan cukur dan pelanggan cukurnya.
Pria humoris ini mampu menaklukkan hati setiap orang dengan gaya bicaranya yang aesthetic hingga Ia disegani banyak orang. Buktinya, Pelanggan cukurnya tidak hanya dari kalangan masyarakat biasa, namun pegawai sipil hingga tentara bertubuh jangkung dengan otot melar disekujur badannya.
“Ajaibnya di sini. Orang lain takut dengan polisi, tentara, dan sejenisnya. Bahkan, orang lain sering menghindar ketika berpapasan dengan mereka. Tetapi saya tidak! Saya saja berani setiap hari memegang kepalanya, apalagi hanya berpapasan di jalan. Hebatkan saya!”, humor dengan tawa lepasnya yang bangga menjadi tukang cukur ajaib.
Tak sedikitpun letih yang terlihat dalam jiwanya. Beruntung sekali, istrinya seorang penjual nasi pecel memiliki suami seperti dirinya. Selain humoris, Beliau juga seorang yang agamis. Setiap pagi, entah sibuk dengan pelanggan cukur atau melayani pembeli nasi pecel istrinya, Ia selalu menyempatkan untuk sujud di waktu dhuha.
Bukan Sulap, Bukan Sihir
Berkat ketekunannya dalam beribadah, Ia menjadi salah satu orang yang beruntung bisa meneruskan riwayat pendidikan anaknya. Biaya kuliah yang fantastis, membuatnya merasa tertantang untuk menaklukkan hal tersebut.
Bukan sulap, bukan sihir. Anak sulungnya bisa masuk universitas dan bertahan hingga sekarang. Dihitung-hitung, penghasilan per bulannya belum tentu bisa memenuhi harga UKT anaknya. Saat ditanya, apa rahasia dibalik keberuntungannya? Ia menjawab dengan tegas.
“Dhuha! Saya bukan beruntung, tapi dianugerahi atas pencapaian kerja keras saya”, kata Bapak yang sengaja memotivasi orang lain.
Setiap orang pasti memiliki cita-cita yang amat tinggi, menembus langit sampai terkadang tidak bisa dinalar oleh akal. Cita-cita yang tidak pernah berbentuk itu, selalu bersinggah dalam pikiran Imam sejak kecil. Ia memiliki cita-cita yang sangat sederhana, yakni menjadi orang yang bermanfaat.
“Selalu saya camkan pada diri sendiri dan juga kepada anak-anak saya. Saya bilang ke mereka, tidak usah muluk-muluk menjadi orang yang tinggi pangkat atau punya jabatan yang memiliki penghasilan sangat banyak. Tetapi yang paling penting adalah jadilah orang yang bermanfaat”, nasehat pria delapan bersaudara itu kepada anak-anaknya.
Sudah menjadi kewajiban bagi seorang bapak untuk mendidik anak-anaknya di jalan yang benar. Sebagai orang tua janganlah sampai mematahkan sayap buah hatinya.
“Semisal, anak saya menjadi orang yang multitalent. Dirinya bisa menguasai banyak bidang dan pasti akan dibutuhkan banyak orang. Nah, ketika itu Ia berproses menjadi orang yang terkenal karena dikenal atas kemampuannya bukan popularitasnya”, terang Imam menggambarkan pemikiran kritisnya.
Dirinya tidak ingin membebani kedua anaknya dengan batasan-batasan yang tidak dikehendaki oleh mereka. Selagi kemauan mereka dirasa akan menjadi kebaikan bagi masa depannya, begitulah seharusnya orang tua menghendaki anak-anaknya.
Imam berpikir keras bagaimana cara mendidik anak dengan baik. Pikiran itu perlahan mengikis warna rambutnya. Sampai Ia mencapai satu kata maksimal yang mengubah dirinya menjadi sosok yang sederhana. “Jadilah orang yang bermanfaat”.
Pesan untuk Pelanggan Setia
Cukup dengan tarif sepuluh ribu rupiah per kepala, pelanggan juga dapat pijatan bahu dari jari jemari Imam yang nikmat. Bukan hanya itu, lontaran khas komunikasinya juga bisa menumbuhkan rangsangan gairah bagi orang lain untuk sering datang di gubuk miliknya. Begitulah aksinya, acap kali melakukan tugas mulia itu.
Suatu ketika tangannya gemetar dan hasil cukurannya tidak memuaskan, Ia mengatakan kepada pelanggan untuk tidak memberinya uang sedikitpun.
“Karena itu tanggung jawab saya. Kalo tidak memuaskan berarti saya sudah memotong satu kepercayaan pelanggan terhadap saya. Mau tidak mau, saya harus menerima risiko yang telah saya perbuat”, argumen Imam menguatkan pendiriannya.
Di depan bilik cukurnya, terpasang plakat yang tertulis “Hari jumat gratis untuk anak yatim”. Seperti itu cara Imam untuk bisa menunjukkan kepeduliannya kepada anak-anak yatim piatu. Ketika gunting di tangan kanan dan sisir di tangan kirinya, Ia mulai lincah menari di atas kepala pelanggan.
“Ketika saya mulai mencukur, saya merasa telah membantu seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. Apalagi ketika saya mencukur anak yatim, saya merasa satu tahap meraih surga”, ungkap pria berumur setengah abad itu.
Mengakhiri perjamuan hangat itu, Ia mengungkapkan perasaan dari lubuk hati yang paling dalam. Rasa yang belum pernah Ia ungkapkan kepada siapapun. Mewakili seorang kepala rumah tangga yang hebat dan juga seorang tukang cukur yang istimewa, waktu dan tempat disilakan.
“Setiap memegang alat cukur yang mulai usang ini, saya selalu berdoa untuk pelanggan cukur saya. Untuk kesetiaan, saya tidak berharap lebih. Menyisakan satu kepercayaan mereka kepada saya saja sudah lebih dari cukup”, pesan seorang tukang cukur ajaib itu yang juga pecinta sastra untuk pelanggan setianya.