"Berbagi Kata, Berbagi Berita"

Hadapi Perkuliahan Daring, Begini Curahan Hati Mahasiswa

Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak bulan maret 2019 memberikan dampak yang sangat besar bagi dunia pendidikan di Indonesia. Peningkatan kasus positif Covid-19 disetiap harinya, menjadi penyebab pembelajaran tatap muka tidak mungkin dilaksanakan. Maka dari itu pemerintah mengambil kebijakan yaitu diberlakukannya pembelajaran daring mulai dari jenjang sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi. Melalui kebijakan tersebut diharapkan dapat menekan peningkatan kasus Covid-19 yang terus melonjak. Namun disisi lain, pembelajaran daring ini telah memberikan beberapa dampak yang cukup meresahkan bagi para mahasiswa.

Fitriyah Eka, mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang angkatan 2019 merasakan perasaan yang cukup sedih saat menghadapi pembelajaran daring. Ia merasa perkuliahan daring ini masih kurang efektif dalam proses pembelajaran.

“Selama proses pembelajaran online ini sedih kepikiran menguras tenaga bagiku, karena banyak hal yang masih susah untuk dipahami tapi kita tetap dipaksa untuk paham. Selain itu, saya banyak merasakan tidak dapat apa-apa dalam segi belajar” ungkap Fitriyah saat dihubungi pada Rabu (7/7).

Seperti yang dilansir dari Tribunnews.com, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengakui metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 menurunkan kualitas pembelajaran. Menurutnya, semakin muda jenjangnya, semakin tidak optimal. Contohnya, perguruan tinggi masih bisa berjalan dengan cukup optimal (pembelajaran jarak jauhnya) namun tidak sebaik saat pembelajaran dilakukan secara tatap muka. SMA masih sedikit agak sulit, SMP sulit, SD sangat sulit, PAUD luar biasa sulit untuk melakukannya.

Kebijakan ini memang menuai pro dan kontra bagi beberapa kalangan. Selain dianggap kurang efektif PJJ dianggap menjadi penyebab kurangnya pemahaman yang didapat oleh mahasiswa. Kendala dari sinyal dan kuota internet seakan menjadi momok utama bagi mahasiswa yang berasal dari daerah terpencil dan memiliki kesulitan dalam ekonomi. Terlebih lagi pemotongan biaya UKT yang dirasa masih kurang dalam menutup biaya kebutuhan kuota internet untuk melaksanakan perkuliahan secara daring.

Hal ini disampaikan oleh Ana, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2019 yang berasal dari daerah Pamekasan, Madura ini menyatakan bahwa kendala yang cukup terasa adalah sinyal. Namun menurutnya, ada beberapa sisi positif yang dapat ia rasakan selama perkuliahan daring ini seperti, beragamnya sumber belajar yang ia gunakan dalam memahami materi pembelajaran.

“Menurut aku pembelajaran daring saat ini kurang efektif karena sebagian dari mahasiswa mempunyai kendala yang sama yaitu di sinyal. Tetapi juga ada sisi positif di mana kita dapat menambah ilmu dari berbagai macam seperti Youtube dan lainnya. Tapi ada negatifnya, seperti tugas tambah banyak dan jam kuliah yang tidak efektif karena tidak sesuai jadwal”. Ungkap Ana saat diwawancarai pada Rabu (7/7).

Tapi meski pun melalui banyak kendala, Ana merasa masih dapat mengatasi semua kendala yang harus dihadapi selama proses pembelajaran daring ini, “sedikit kesulitan tapi tidak ada masalah” pungkasnya.

Senada dengan pendapat Ana yang menyatakan bahwa pembelajaran daring ini memiliki beberapa sisi positif. Fahrudin, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2019 yang kerap disapa “Udin” menyatakan bahwa perkuliahan daring ini cukup memudahkannya terutama pada waktu pembelajaran yang cukup fleksibel.

“Sisi positifnya pada saat perkuliahan daring ini nilai mahasiswa itu menjadi lebih bagus daripada perkuliahan offline, yang kedua kita tidak dituntut untuk benar-benar tepat waktu dalam perkuliahan. Seperti contoh, dulu waktu telat 5 menit kita sudah malu untuk masuk kelas, apalagi kalau lebih, kita tidak diperbolehkan masuk kelas. Untuk kuliah daring kita lebih santai saat terlambat kelas palingan cuma ditanya dari mana”. Kata Udin saat dihubungi pada Rabu (7/7).

Meski pun begitu, Udin tidak menyangkal bahwa perkuliahan ini memiliki banyak kekurangan.

“Kita lebih banyak mengeluarkan uang untuk pembelian paket kuota yang digunakan untuk zoom meeting dan internet, jadi pengeluaran menjadi lebih banyak” terangnya.

Bahkan Udin juga mengkritik tentang proses pembelajaran yang kurang maksimal sehingga hasil pembelajaran yang diperoleh sangatlah kurang.

“Pembelajaran menjadi kurang efisien, kurang adanya sosialisasi antara mahasiswa dan dosen. Terkadang belajar menjadi malas, saat beliau melakukan kuliah melalui zoom meeting ada aja yang mau kita lakuin. Jadi, kuliah seperti menjadi sampingan sehingga jadi males gitu mau kuliah. Terus tugas jadi lebih banyak daripada kuliah luring. Bahkan, ada teman saya yang di daerahnya jaringan sangat lemot, yang berakibat saat UAS tugas yang ia kirimkan ternyata tidak tersampaikan kedosen, yang berakibat dia mendapatkan nilai 0 pada UAS. Kalau begini mau komplain pun sulit soalnya tidak ada bukti”. Kritiknya.

Selain dari mahasiswa jurusan Pendidikan, mahasiswa jurusan Peternakan angkatan 2019 yang berasal dari Pamekasan, Nadiah Nurhaliza, juga merasakan kendala-kendala seperti mahasiswa lain. Selain terkendala sinyal, ia juga merasakan kesulitan saat melakukan kegiatan praktikum dan beberapa kegiatan kampus mau pun organisasi yang membuatnya harus tetap tinggal di Malang.

“Kemarin ada kegiatan HMJ, jadi saya harus balik kos dan kebetulan juga ngajuin proposal wira desa sehingga saya stay di indekos. Untuk praktikum, awalnya praktikum offline tapi sekarang diganti jadi online”. Ungkap Lisa saat dihubungi pada Kamis (8/7).

Untuk membayar biaya indekos dan menetap menurutnya tidak terlalu membebani dirinya, Namun mengingat kasus positif covid-19 di Malang masih terus naik setiap harinya Lisa merasakan keresahan tersendiri. Ia merasa tidak aman saat harus pulang-pergi dari Madura ke Malang. 

“Kalau keberatan di indekos sih nggak, cuma parno aja dikit-dikit mikir covid. Ya, karena perjalanan luar kota tadi”. Ungkap Lisa.

Diakhir kesempatan, Lisa merasa bahwa kuliah daring ini cukup menyenangkan karena waktu belajarnya bisa dilakukan dikeadaan apa pun tanpa harus berangkat ke kampus.

“Senangnya bangun tidur buka handphone langsung ikut kuliah tanpa mandi, baju rapi dan cukup menggunakan bedak”. Pungkasnya.

penulis

Tiara

Berita Terkait

Mahasiswa FKIP Unisma Berikan Kontribusi Nyata Lewat PBLI-KSM di MAN Kota Batu

FKIP Unisma Siap Lepas Mahasiswa Praktik Mengajar ke Sekolah

FKIP Unisma Resmi Buka Pembekalan PBLI-KSM 2025, Siapkan 163 Mahasiswa Terjun ke Sekolah

Lewat Pentas “Rumpang”, Mahasiswa PBSI Unisma Sajikan Realitas Keluarga Tak Utuh dan Pertanyaan Menggantung.

Adakan Pelatihan untuk Anggota Baru, LPM Fenomena Siap Upgrade Misi

Calon Wisudawan FKIP Unisma Berjalan Gagah Dengan Senyum Sumringah Saat Pengukuhan Lulusan Periode Ke-76

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Produk Fenomena

Majalah LPM Fenomena Edisi 30

Lensa

Terbaru

Mahasiswa FKIP Unisma Berikan Kontribusi Nyata Lewat PBLI-KSM di MAN Kota Batu

Dari Kampus ke Codrodipo: Mahasiswa Unisma Menyusuri Langit Al-Khawarizmi

FKIP Unisma Siap Lepas Mahasiswa Praktik Mengajar ke Sekolah

Populer

Mahasiswa FKIP Unisma Berikan Kontribusi Nyata Lewat PBLI-KSM di MAN Kota Batu

Dari Kampus ke Codrodipo: Mahasiswa Unisma Menyusuri Langit Al-Khawarizmi

FKIP Unisma Siap Lepas Mahasiswa Praktik Mengajar ke Sekolah

Terbaru

Mahasiswa FKIP Unisma Berikan Kontribusi Nyata Lewat PBLI-KSM di MAN Kota Batu

Dari Kampus ke Codrodipo: Mahasiswa Unisma Menyusuri Langit Al-Khawarizmi

FKIP Unisma Siap Lepas Mahasiswa Praktik Mengajar ke Sekolah

FKIP Unisma Resmi Buka Pembekalan PBLI-KSM 2025, Siapkan 163 Mahasiswa Terjun ke Sekolah

Populer

Mahasiswa FKIP Unisma Berikan Kontribusi Nyata Lewat PBLI-KSM di MAN Kota Batu

Dari Kampus ke Codrodipo: Mahasiswa Unisma Menyusuri Langit Al-Khawarizmi

FKIP Unisma Siap Lepas Mahasiswa Praktik Mengajar ke Sekolah

FKIP Unisma Resmi Buka Pembekalan PBLI-KSM 2025, Siapkan 163 Mahasiswa Terjun ke Sekolah

Produk Fenomena

Majalah LPM Fenomena Edisi 30

Lensa