"Berbagi Kata, Berbagi Berita"

Menakar DPM, Membaca Sastra

Unsplash

Di suatu kampus, ada cermin lembaga yang cukup magis, mirip karya sastra. Keberadaanya seperti tiada, tiadanya namun berbentuk lembaga. Karya sastra sering dianggap magis lantaran keberadaannya yang sunyi mampu menembus dimensi batin.

Mengutip ucapan Bah Tedjo, akan tiba suatu masa ketika suatu, hari BEM mana pun mau teriak apa pun tak bakal dihiraukan lagi oleh rakyat. Kenapa? Sebab rakyat sudah punya alasan untuk menduga, bahwa teriakan-teriakan itu hanya cara bocah-bocah kemarin sore membangun jalan pintas mendapat jabatan orang dewasa. Dalam serangkaian organisasi kemahasiswaan ada lembaga eksekutif, ada lembaga legislatif tentu hadir pula lembaga-lembaga lain. Lembaga eksekutif terlampau mendapat sinis publik, lembaga legislatif mestinya mampu menjawab kesinisan.

Belakangan ini ramai aksi entah hanya berupa momentuman, atau mencari keadilan dengan aling-aling, lalu beberapa orang membuat tanggapan sedikit sinis. Aksi melulu, kebijakan yang keluar tiap tahun perasaan sama aja. Lalu apa guna aksi? Zaman sudah mengarahkan ‘aksi’ pada strata dengan tendensi kurang baik. Pasti ada gunanya, hanya saja beberapa mungkin kurang paham. Itu dugaan sementara, tergantung penilaian subjektif masing masing.

Lembaga yang dimaksudkan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Kita lalu coba membuka ‘Pedoman Organisasi Kemahasiswaan,’ pintu masuk guna menjawab pertanyaan pada judul. Barangkali akan tampak jelas apa sebenarnya fungsi dan tugas Dewan Perwakilan Mahasiswa (aka. DPM). Bab IX perihal DPM Universitas, Pasal 14 menjelaskan jika DPMU fungsinya sebagai perwakilan mahasiswa untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa dalam lingkup universitas.

Lebih lanjut Bab X DPM Fakultas (DPMF), pasal 35 DPMF mempunyai fungsi sebagai perwakilan mahasiswa untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa dalam lingkup fakultas. Jika kita membaca pedoman DPM merupakan perwakilan, nyaris mewakili seluruh yang berhubungan dengan mahasiswa.

Ada logical fallacy dalam penggunaan kata ‘wakil’ bahwa wakil itu hanya berupa perorangan bukan kelembagaan, padahal wakil dalam konteks rakyat atau mahasiswa bertendensi sebagai lembaga yang terdiri dari beberapa orang yang mewakili keseluruhan. Wakil dalam KBBI sebagai arti pertama merupakan orang yang dikuasakan menggantikan orang lain. Wakil yang berperan orang kedua setelah ketua hanyalah arti sampingan, arti terakhir jika mengacu pada KBBI. Dari segi etimologis saja, wakil itu berarti jamak. Dewan Perwakilan Mahasiswa bukan pengganti dari Mahasiswa, sebaliknya Dewan Perwakilan adalah yang mewakili.

Membaca realita, sembari berharap tidak salah baca. Realita pandemi membuat mahasiswa serba sulit, meme rengekan bertebaran. Orang tua benar-benar susah, PPKM level 4, hingga level level selanjutnya terus jadi hantu di siang bolong. Ceracau belum gamblang pembelajaran belakang layar biaya tetap memukau.

Ingatan lekat pada DPM saat perayaan ‘pesta’ bertajuk Pemilu Raya. Pesta demokrasi mahasiswa, yang dielu-elu juga diperebutkan saban tahun. DPM akan sibuk membuat poster berisi sarat pencalonan. DPM sibuk menata jas, melakukan seleksi pada pasangan calon.

DPM juga membawa ingatan saat sidang pembagian dana fakultas. Ia pemuka, berperan sebagai pimpinan sidang.

DPM lalu membawa kenangan tentang kata ‘diam’ sebaik-baiknya diam adalah diam ketika dibutuhkan, begitu kenangan merambah. Sebagai badan yang terdiri dari beberapa orang lalu berperan menjadi wakil dari suara mahasiswa. Suara mahasiswa tentu jamak, bisa saja suara ceracau kesulitan di tengah kondisi pandemi covid-19. SPP sulit terbayarkan, orang tua mahasiswa bingung harus mencari biasa ke mana.

Lembaga DPM hampir mirip dengan peran sastra, yang senantiasa memilih kesunyian ‘diam’ guna menguak kenyataan. Sastra dimensi lain dari batin manusia sebagai representasi yang menguak realitas dari jalan sunyi.

Mirip tentu tidak berarti sama, mirip itu nyaris sama berarti persis. Jika sastra berdampak pada si empunya, lingkungan, bahkan kehidupan sosial. DPM terasa hanya berdampak bagi diri anggotanya sendiri. Penambahan surat keputusan demi meraup pengakuan, sunyi yang terlampau sunyi hingga jadi diam.

Kuntowijoyo dalam novel Pasar (Diva Press, 2017) turut mencuri perhatian. Di kota kecamatan, tempat pasar yang dipimpin Pak Mantri berada, para pemimpin belum mencerminkan jiwa dan sikap seorang pemimpin. Mereka, para pemimpin itu, masih mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan masyarakat. Tugas-tugas sebagai pemimpin tidak dilaksanakan dengan baik. Mereka masih meremehkan permasalahan yang dihadapi rakyatnya.

Siapa pemimpin dan rakyat dalam hal ini merupakan pertanyaan yang dapat dijawab dengan sendirinya. Urusan SPP itu hanya persoalan kecil, tidak perlu diperhatikan sebab mahasiswa memang dituntut kreatif, jangan suka mengeluh, pemimpin sedang sibuk mengurus kepentingannya.

DPM barangkali lebih serupa disandingkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat dibanding sastra. Sastra terlampau adiluhung, untuk urusan mengapa bersanding dengan DPR selayaknya pembaca dapat menjawabnya dengan diam, kesunyian, dan diorama.

penulis

M. Afnani Alifian

Berita Terkait

Bagaimana Mengubah Demotivasi Menjadi Motivasi?

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TATAP MUKA (PTM) DI SEKOLAH BEGINILAH TANGGAPAN MAHASISWA PPL, EFEKTIF ATAU MEMBINGUNGKAN?

Demo: itaque earum rerum hic tenetur a

Demo: nisi ut aliquid ex ea commodi consequatur? Quis

Demo: non numquam eius modi tempora incidunt ut

Demo: architecto beatae vitae dicta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Produk Fenomena

Buletin Fenomena Edisi September 2024

Lensa

Terbaru

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Populer

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Terbaru

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat

Populer

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat

Produk Fenomena

Buletin Fenomena Edisi September 2024

Lensa