"Berbagi Kata, Berbagi Berita"

Wisuda dan Toga Hanya untuk Sarjana

Oleh: Nor Shafiqo
Source: kompasiana.com

LPM Fenomena – Beberapa waktu yang lalu ramai dibicarakan terkait toga yang dipakai oleh seorang siswa SMA, lengkap dengan gelar yang disandangkannya. Perdebatan ini menuai pro dan kontra mengenai adanya seorang siswa yang mengenakan toga hingga penggunaan kata wisuda pada jenjang TK sampai SMA. Pendapat yang mengatakan pro tidak masalah jika siswa SMA mengenakan toga pada hari pelepasannya. Lagi pula tidak ada kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Sebelumnya kita perlu mengetahui sebenarnya toga itu layak diperuntukan untuk siapa?

Salah Kaprah Kata Wisuda

Kata wisuda sendiri memiliki arti peresmian atau pelantikan yang dilakukan secara khidmat. Wisuda sering disematkan kepada mahasiswa yang telah menempuh pendidikan di perguruan tinggi sesuai dengan program studi yang dipelajari. Kata wisuda sering disematkan kepada sarjana. Jika kita melihat dalam acara wisuda, terdapat pejabat tinggi seperti rektor membawa tongkat wisuda, juga lengkap dengan atribut wisuda.

Saat ini kata wisuda sering kita temui di acara pelepasan siswa SD sampai SMA bahkan TK. Beberapa waktu lalu netizen kurang sependapat jika kata tersebut bukan di peruntukan bagi sarjana. Karena sejatinya wisuda memiliki arti bagi mereka yang telah menempuh perguruan tinggi. Seharusnya kata yang pantas di sematkan kepada mereka adalah purnawiyata atau perpisahan, bisa juga menggunakan kata pelepasan siswa, karena pada padarnya mereka siswa bukan mahasiswa.

Toga yang Tidak Ada Artinya Bagi Mahasiswa

Begitu juga Toga memiliki makna yang filosofis tersendiri. Warna topi toga yang berwarna hitam memiliki arti kegelapan, dimana seorang mahasiswa telah menyibak ketidaktahuan akan ilmu pengetahuan menjadi paham dan mengerti akan pengetahuan. Warna ini juga melambangkan keagungan seorang sarjana akan pengetahuan dengan diiringi rendah hati.

Topi toga yang berbentuk persegi bermakna seorang sarjana dituntut berpikir secara rasional dan memandang segala sesuatunya dari perspektif yang berbeda. Selain itu dalam prosesi wisuda perpindahan tali kuncir dari kanan ke kiri. Hal ini diartikan semasa kuliah condong menggunakan otak kiri. Dengan perpindahan di kanan bahwa ia siap terjun ke dunia masyarakat berbekal ilmu yang dipelajari.

Kini toga dan kata wisuda telah bergeser makna sesungguhnya. Ada seorang siswa asal Madura yang viral belakangan ini menuai kontra di kalangan pengguna media sosial. Lantaran siswa SMA tersebut mengenakan toga dan selempang lengkap dengan gelar yang disandangnya. Tidak tanggung-tanggung di belakang namanya bergelar MIPA. Setelah di telusuri MIPA sendiri adalah bidang ilmu matematika dan pengetahuan alam. Kondisi seperti ini tidak hanya satu saja tetapi ada beberapa seperti bergelar MM alias multi media, bahkan ada yang terang-terang menulis S.H.

Bukannya merasa salah atas tindakannya, siswa asal Madura tersebut malah memberikan pembelaan bahwa hal tersebut hal yang lumrah terjadi dilingkungannya. Ia mengatakan mengapa hanya dia yang diserang oleh netizen. Tentu saja banyak menuai respon negatif lantaran untuk mendapatkan suatu gelar diperoleh dengan susah payah. Tidak jarang seorang mahasiswa pada tingkatan terakhir yang tidak menuntaskan skripsinya. Hingga yang membuat miris mereka yang tidak mampu menyelesaikannya memutuskan untuk bunuh diri.

PR Bagi Lembaga dan Pelaksana Pendidikan

Dari kasus tersebut banyak pihak yang menyayangkan bagaimana pada tingkatan lembaga dari TK-SMA menggunakan toga. Tentu dari pihak sekolah pastinya menyediakan toga dan sebagainya. Terlebih lembaga sekolah menggunakan kata wisuda bukan purnawiyata, pelepasan atau perpisahan. Seharusnya para guru paham betul makna toga dan kata wisuda itu sendiri.

Medsos juga berpengaruh, para siswa tersebut FOMO dengan postingan tren wisuda saat ini. Banyaknya postingan kelulusan membuat mereka juga ingin melakukan hal demikian. Namun salah kaprah, niat ingin ikut tren wisuda seperti para sarjana malah panen hujatan. Kebanyakan dari kita selalu mengikuti tren tanpa mencari terlebih dahulu maksud dan tujuan. Tidak masalah jika seorang sarjana yang memposting foto kelulusan mereka dengan mengenakan toga. Mereka layak mendapatkan itu, justru itu karena hasil kerja kerasnya.

Sudah selayaknya tidak menormalisasikan siswa mengenakan toga pada hari pelepasannya. Apalagi memberikan gelar dibelakang nama mereka. Mendapatkan gelar dibelakang nama membutuhkan kerja keras dan pola pikir yang kritis. Pada jenjang terendah seperti TK tentu mereka belum bisa berpikir dengan perspektif yang berbeda. Mengenakan toga dan penggunaan kata wisuda terdengar sepele tapi alangkah baiknya sebelum menggunakannya mencari tahu terlebih dahulu arti sebenarnya.

Tulisan Lain di

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat

Wakil Presiden Indonesia Lebih dari Sekadar Cadangan

Nama-Nama Kontroversial di Balik Sertifikasi Halal, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Menyuarakan Isu Ekologi dalam Bingkai Sastra

Apakah Kata Sukses Hanya Milik Mereka yang Beruang?

Mahasiswa “Organisasi Hopper”: Antara ekspetasi dan realita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat

Populer

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat