"Berbagi Kata, Berbagi Berita"

Politik Bukan “Seni Pasrah”: Melawan Demokrasi Semu dan Menuntut Jihad Intelektual Mahasiswa UNISMA

Oleh: Yusril Muzakky
Ilustrasi: #TEKNIK

Salam.

Bulan Desember ini, Universitas Islam Malang (UNISMA) seharusnya sedang berpesta; pesta demokrasi. Namun, kini “Pesta Demokrasi” tersebut yang bertajuk Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) 2025 justru terasa seperti takziah kematian akal sehat. Alih-alih sorak sorai gagasan dan ide dari tingkat program studi, fakultas, sampai universitas, malah kita justru disuguhi drama memalukan yang menampar wajah intelektualitas. Ya, jangan ragu untuk itu dari; skandal pemalsuan data, matinya kompetisi, hingga panggung visi-misi yang sunyi, senyap.

Demokrasi di Kampus Hijau kita tercinta ini, Unisma, sedang tidak baik-baik saja. Ia sedang berada di ujung tanduk, terancam jatuh ke jurang formalitas belaka karena kita nyaris memilih pemimpin yang cacat secara moral dan administratif sebelum bertanding. Atau lebih saya harap juga, memang meski kalau dikata hal ini sudah terjadi lama dari “pemira-pemira” kemarin, tapi akan sampai kapan terus berlanjut, dan bukannya ini juga tetap buruknya?

Sebelumnya, mari bedah “bangkai” yang coba ditutupi ‘pewangi birokrasi’ ini.

Fakta pahit pertama terungkap bahwa Komisi Pemilihan Umum Pusat (KPU-P) terpaksa mengeluarkan SK Pencabutan Keputusan karena adanya “Algoritma Kebohongan” (skandal pemalsuan data). Seorang figur yang menjabat sebagai Menteri Kantor Kepresidenan, berisinial M, yang seharusnya menjadi uswatun hasanah (teladan baik), terindikasi melakukan kejahatan akademik. Desas-desusnya manipulasi Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), dan ada yang menyebut disinyalir 1,8, dan ada yang lain bilang 1,6…(?) Dan bahkan ada informasi A1, status mahasiswa tersebut disebut-sebut sudah “Pasif”, lalu bagaimana demikian? Lantas di berkas pendaftaran, angka itu disulap seolah memenuhi syarat. Jika itu untuk masuk gelanggang saja sudah berani menipu, lantas integritas macam apa yang bisa diharapkan? Ini adalah pengkhianatan terhadap sifat Siddiq (Jujur) dan Amanah (Dapat Dipercaya) yang menjadi pondasi nilai Aswaja.

Kemudian ini juga patut disyukuri. Bagaimana meski hal ini merupakan kesalahan dari KPU-P yang ceroboh dalam pengecekan berkas, indikasi yang ditemukan langsung oleh Wakil Rektor 3 Unisma patut diapresiasi. Ya, informasi ini terverifikasi dari rekan saya yang melakukan wawancara bahwa beliaulah yang membongkar permasalahan dari SK pencabutan keputusan Capresma dan Cawapresma tanggal 15 November yang dapat dilihat di salah satu unggahan di Instagram @dpmunisma pada 17 November 2025. Kemudian hal tersebut akhirnya ditindaklanjuti oleh BAKAK dan KPU-P. Na’as saja bukan, ketika kejujuran digadaikan demi ambisi jabatan, maka bisa saja runtuh marwah ‘Islam’ – yang tertempel pada dinding universitas kita ini.

Ironi Ini Semakin Sempurna Palsunya.

Jika kita melihat pamflet resmi “Penyampaian Visi dan Misi” tertanggal 1 Desember 2025 kemarin di instagram resmi @dpmunisma. Ilustrasi pasangan Capresma (Laki-laki) dan Cawapresma (Perempuan) – terbaru 26 November – dalam poster tersebut memiliki ciri kuat Generative AI dengan tekstur kulit “plastik” dan visual generik. Bagai metafora sempurna bagi kondisi demokrasi kita hari ini yang semu; tampak bagus di pemukaan, keropos di dalamnya. Atau dikata lain terlihat megah dan canggih di pemukaan, namun keropos dan buatan di dalamnya.

Puncaknya adalah “Teater Sunyi” di Hall KH Oesman Mansoer. Kursi-kursi kosong mendominasi (panggung visi-misi yang sunyi), hal tersebut didukung wawancara saya atau dapat informasi dari beberapa rekan saya yang turut hadir pada acara tersebut di tempat. Hal ini bak menggambarkan sebuah protes diam dari mahasiswa-mahasiswa cerdas Unisma kita, yang enggan menonton monolog Calon Tunggal (matinya kompetisi). Melihat lebih jauh, kenapa kok hanya calon tunggal saja, ya? Munculnya calon tunggal ini barangkali karena lesunya politik dan efek bungkamnya BEM-U tentang beberapa permasalahan yang terjadi di kampus. Apalagi informasi A1 lain yang saya dapat, Presiden Mahasiswa (Presma) beberapa bulan bahkan sampai hampir satu semester ini sering “ilang-ilangan”, dan kabarnya apakah beliau cuti di tengah kepemimpinannya, tetapi masih aktif menggunakan nama Presma di luar sana, padahal organisasinya tidak baik-baik saja(?).

Hal ini pun membuat Publik Mahasiswa di kampus bertanya. Terutama kembali ke sebelumnya untuk PEMIRA ini. Bukankah Capresma yang terbaru ini inisial FF sebelumnya satu paket dengan calon sebelumnya yang bermasalah? Mengapa ia masih bisa melenggang bersih seolah tidak tahu apa-apa tentang kecurangan pasangannya sendiri-yang sebelumnya itu? Ini adalah standar ganda etika yang mengerikan. Bagaimana juga sikap KPU-P, BAWASLU-P, dan BEM-U sendiri?

Sekretariat Rumah Hantu dan IPK-nya Tiarap, tapi Ambisinya Merayap

Kondisi inilah yang menjawab mengapa sekretariat organisasi (BEM-U) kini tak ubahnya bak “Rumah Hantu”. Mahasiswa yang kompeten, cerdas, dan memiliki nilai Aswaja tinggi enggan menunjukkan, bukan karena tak mampu, tapi lebih karena jijik bermain di kolam yang keruh dan organisasi yang ditinggal pemimpinnya entah kemana. Akibatnya, panggung kosong dikuasai oleh mereka yang “IPK-nya Tiarap tapi Ambisinya Merayap”. Jika kita terus apatis, maka “sampah” lah yang akan memimpin kita. Maka sikap pasrah “Ya udahlah, toh calon tunggal pasti menang” harus dilawan. Kita perlu meredefinisi cara pikir berpolitik kita; Politics is “not” the art of impossible, “but” Politics The Art of Attacking the Impossible. (Rocky Gerung). Maka dari itu, sebaik-baiknya bukan perkara mencari kepastian siapa yang menang nantinya, tapi bagaimana memastikan integritas dan transparansi ditegakkan demi meminimalisir kehancuran organisasi. Apalagi organisasi mahasiswa ini yang dalam lingkup cukup krusial di kampus kita tercinta, juga sebagai contoh baik untuk ORMAWA (Organisasi Kemahasiswaan) tingkat di bawahnya (Fakultas, Program Studi).

Ini adalah panggilan Jihad Intelektual.

Masa kampanye (27 November – 5 Desember 2025), dan hari ini tulisan ini terbit menjadi hari terakhir mulut-mulut calon itu basah, tapi jangan sampai pikiran kita menjadi gampang termanipulasi dan menjadi ladang basah untuk politik amplop.

Terbarunya, kini sistem E-Vote resmi digunakan untuk menampung suara-suara kalian – tapi jangan sampai suara kalian dimanfaatkan begitu saja. Ini adalah kesempatan terakhir menyelamatkan wajah demokrasi kampus. Kepada seluruh mahasiswa UNISMA: Jangan biarkan organisasi ini mati menjadi fosil atau dipimpin oleh boneka kecurangan. Bakar semangatmu! Mari kita jadikan sisa waktu ini sebagai ajang Uji Publik yang brutal. Tagih janji mereka, kuliti rekam jejaknya, dan bersuaralah. Karena diamnya orang baik adalah karpet merah bagi kejahatan yang terorganisir.

Lalu bagaimana berjihad intelektual itu? Dapat saya katakan bisa loh kita melakukannya di hal-hal sederhana, salah satunya bagaimana kita paham dan mengerti memilih kriteria seorang pemimpin. Bagaimana seorang pemimpin itu perlu kita uji terlebih dahulu. Uji dengan tiga lapisan yang krusial seperti yang dikata Rocky Gerung: Pertama, uji ia dengan mempertanyakan dan mencari tahu bagaimana moral dan etikanya, dia pernah curang, berbuat buruk kepada orang lain, atau pernah mencuri? Itu adalah uji kadar etikabilitasnya. Yang kedua uji intelektualitasnya, bagaimana cara proses berpikirnya, cara menyampaikan gagasan dan idenya. Yang ketiga baru boleh kita uji elektabilitasnya, bagaimana ia mencari suara-suara yang bersih dengan berlandas gagasan dan ide yang ia bawa.

Pesan dari Penulis Secara Menyinggung Penuh dan dengan Hormat Segala Kesantunan yang Islam ajarkan.

Saya pribadi dengan ini menyampaikan, kepada BEM Unisma, DPM Unisma, KPU-P, BAWASLU-P, sampai Kerektoratan Unisma bila diberi kesempatan menyampaikan, bahwa saya ingin mengucapkan: “Tidak Cukup untuk masa kampanyenya, dan usaha-usaha kalian tidak sama sekali dapat menggaet mahasiswa-mahasiswa untuk kembali peduli dengan politik kampus ini, dan dengan tulisan ini semoga saya dapat sedikit membantu di ujung.”

Saya sampaikan kepada seluruh mahasiswa Universitas Islam Malang, jangan ragu untuk menggugat dan bersuara, uji capres-cawapres sekarang juga sampai detik-detik terakhir kalian akan menyoblosnya, ATAU TIDAK. Saya tidak menggaungkan untuk jangan memcoblos atau ajakan golput, tapi ini ajakan teriakan dari hati, gugat kembali pihak yang mempunyai kekuasaan, dan kekuatan kita itu nyata adanya, atau malah nantinya masih sama seperti sebelumnya dan tak pernah ada perubahan-perbaikan serta saya nyatakan organisasi ini bak pajangan saja.

Saya juga sebagai salah satu insan jurnalis, tugas saya dan kami LPM Fenomena bukan sekadar memberitakan dan menginformasikan, tapi menyalakan pelita di ruang gelap. Dan kita sebagai mahasiswa UNISMA yang berhaluan Ahlusunnah Wal Jamaah an-Nahdliyah, kita punya beban moral lebih berat. Aswaja mengajarkan Tawassuth (tengah-tengah), Tawazun (seimbang), I’tidal (tegak lurus), dan Tasamuh (toleran). Namun, I’tidal (tegak lurus pada kebenaran) hari ini sedang diuji. Memilih pemimpin yang Fathonah (cerdas) dan Amanah (dapat dipercaya) adalah kewajiban, bukan pilihan. Membiarkan (kalau ada) kecurangan terjadi di depan mata adalah selemah-lemahnya iman.

Pesan terakhir saya: Jika tidak ada yang layak, bersuaralah dan ambil keputusan itu sendiri.

Dan UNISMA memanggil di sini. Bukan sekadar untuk mencoblos, tapi untuk membersihkan rumah kita sendiri.

Terima kasih, Wassalam.

Tulisan Lain di

Rest In Poor Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNISMA

Elitis, Eksklusif, dan Degeneratif: Penyakit Kronis Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Kehebohan Amplop Kiai vs. Kelebihan Transfer Rp54 Juta: Dosa Mana yang Lebih Gurih buat Rating TV?

XPose Uncensored, Tayangan yang Menelanjangi Kebodohan Media Komersial

Trailer Film yang Katanya Nasionalis, tapi Bahasanya Campur Aduk

Keadilan yang Membara: Dialog antara Komunis, Islam, dan Literasi yang Terpinggirkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Rest In Poor Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNISMA

Tok! Fikri-Amila Unggul 71,51% di Pemira Unisma 2025, KPU Tunggu Masa Sanggah 3 Hari Sebelum Penetapan Final

Sukseskan Gelar Grand Final, FKIP Unisma Lahirkan Duta Mahasiswa Profesional dan Berakhlakul Karimah.

Politik Bukan “Seni Pasrah”: Melawan Demokrasi Semu dan Menuntut Jihad Intelektual Mahasiswa UNISMA

Populer

Rest In Poor Badan Eksekutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UNISMA

Tok! Fikri-Amila Unggul 71,51% di Pemira Unisma 2025, KPU Tunggu Masa Sanggah 3 Hari Sebelum Penetapan Final

Sukseskan Gelar Grand Final, FKIP Unisma Lahirkan Duta Mahasiswa Profesional dan Berakhlakul Karimah.

Politik Bukan “Seni Pasrah”: Melawan Demokrasi Semu dan Menuntut Jihad Intelektual Mahasiswa UNISMA