Presiden dan wakil presiden terpilih republik Indonesia, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah memulai salah satu program unggulannya, makan bergizi gratis (MBG) yang telah dijanjikan pada saat Debat Pilpres tahun 2024 silam. Tentu saja dengan terealisasinya program ini, pemerintah mengharapkan semua gizi anak-anak bangsa terpenuhi guna mempersiapkan indonesia emas 2045 dengan SDM yang berkualitas agar tidak hanya menjadi omon-omon saja. Namun, timbul pertanyaan manakah yang lebih urgen antara makan bergizi gratis atau pendidikan gratis?
Diskusi mengenai dua kebijakan sosial yang memiliki dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat khususnya anak-anak ekonomi menengah ke bawah masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Melalui progaram ini, pengusaha UMKM dapat menyediakan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk dapat sedikit mendongkrak perekonomian negara. Di samping itu, ada yang pelu diingat bahwa pemerintah menjalankan program MBG yang sudah direncakan sebelumnya di tengah banyaknya anak-anak Indonesia yang tidak memiliki kesempatan untuk bersekolah karena terkendala biaya.
Menurut data dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4,3 juta anak Indonesia usia 7-18 tahun tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Mayoritas anak-anak tersebut berlatarbelakang dari keluarga miskin dan ditambah lagi mereka menempati daerah terpencil di wilayah Indonesia. Selain itu, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, Indeks Pembangunaan Manusia (IPM) tahun 2023, Indonesia masih tertinggal jauh.
Perlu sekiranya mempertibangkan dengan bijak terkait kebutuhan bangsa Indonesia dalam menghadapi bonus demografi. Program MBG yang digagas oleh Prabowo Subianto tidak semata-mata tanpa memerlukan anggaran dalam merealisasikannya. Menteri Desa Yandri Susanto menyampaikan, pemerintah telah mengalokasikan 20% dari total anggaran dana desa di 2025, yakni sebesar Rp 71 trilun, untuk ketahanan pangan. Dengan anggaran sebanyak itu seharusnya bisa dipergunakan untuk kebutuhan prioritas bangsa Indonesia.
Bagi sebagian orang awam mengira bahwa program MBG tidak memerlukan biaya tinggi dalam pengimplementasiannya. Padahal melalui anggaran yang sebanyak itu bisa digunakan untuk membangun sekolah-sekolah gratis bagi mereka yang kurang mampu. Pajak-pajak yang dibayarkan dari rakyat Indoneisa turut dialokasikan dalam kebutuhan anggarannya. Masyarakat perlu sadar akan hal tersebut agar lebih bijak dalam mengkiritisi setiap program yang direncakan dan direalisasikan oleh pemerintah.
Anak-anak Indonesia memang perlu mendapatkan makan bergizi gratis, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga butuh pendidikan gratis, terutama sekolah-sekolah yang dibangun di pelosok-plosok negeri ini. Melalui pendidikan gratis, nalar kritis setiap anak bangsa Indonesia akan tumbuh sehingga mereka mampu menghadapi tantangan zaman dan menjadi aset penting bagi negara. Jikalau hal itu sudah tercapai, bukan hal yang mustahil jika mereka akan dapat merubah hidupnya sendiri menjadi lebih baik sehingga makan pun tidak terlalu butuh bantuan dari pemerintah.
Bantuan seperti itu hanya akan membuat anak-anak bangsa memiliki mental yang lemah karena mereka sudah terbiasa disuapi dengan hal-hal yang instan tanpa dibekali ilmu pengetahuan. Kita ambil contoh saja dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, dimana dalam novel tersebut pendidikan gratis sangat menentukan nasib suatu anak bangsa yang memiliki semangat belajar yang tinggi tetapi terkendala ekonomi. Penting memang memberikan makanan bergizi gratis tapi alangkah baiknya memprioritaskan hal yang lebih urgen seperti pendidikan gratis, khususnya di setiap daerah terpencil wilayah Indonesia.




