"Berbagi Kata, Berbagi Berita"

Lubang Botol

Oleh: M. Amiruollah A’la Al-Aufa
Source: republika.id

Seorang bocah berputar-putar tersedot kedalam lubang botol. Ia merasakan efek Spagetifikasi dimana tubuhnya melar memanjang ke arah yang berbeda karena gravitasi bermassa bintang. Seorang bocah -barangkali ia bukan lagi seorang bocah karena lebih banyak luka disekujur tubuh daripada bocah seumurannya- duduk diberanda rumah memegang botol plastik kosong. Tidak besar, tidak sampai 1 liter. Juga tak begitu kecil. Sedang saja sekitar 300 ml-an. Bahkan lubang botol pun menjadi persoalan baginya, sebab selalu ada alasan kenapa satu botol dengan botol lain berbeda diameter lubang juga desainnya. Berbeda merek juga kepentingannya. Dia merasa releate dengan bentuk botol, seperti ada yang sama yang sama dengan salah satu bagian tubuhnya tapi apa.

***

Dia bocah yang kritis. Itulah momok menakutkan bagi tiap orang tua yang memiliki anak. Karena tidak setiap pertanyaan bisa dijawab dan dijelaskan juga tidak setiap anak mampu menangkap jawaban-jawabn itu. Dia cerewet akut sejak dia bisa berbicara untuk pertama kalinya. Dia selalu bertanya tentang gambar-gambar di selembar karton yang bapaknya beli di pasar. Walaupun disana tertera jelas gambar serta nama dengan ejaan per suku kata. Dia mengulang-ulang pertanyaan yang sama seperti: itu gambar apa, pak itu gambar asparagus ya, bu itu wortel ya dan orang tuanya dengan sabar diwaktu-waktu tertentu akan menjawabnya dan diwaktu-waktu yang tidak tepat orang tuanya hanya akan mengangguk atau menggeleng sambil meneruskan kegiatan. Sebab bocah itu belum banyak kosakatanya untuk bertanya sebenarnya seperti apa bentuk pare atau asparagus itu sehingga dia terus mengulangi pertanyaan yang sama.

Memasuki Taman Kanak-kanak ia lebih cerewet lagi sebab kosakata dalam otaknya sudah bertambah oleh tontonan televisi, hp, obrolan teman bermain, dan lain-lain. Kini sasaran pertanyaannya adalah gurunya. Para guru yang awalnya tersenyum sambil sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan itu berakhir dengan senyum dan anggukan kepala. Betapa pusing para guru dengan pertanyaan-pertanyaan kenapa tak boleh mencium teman lelaki maupun teman perempuannya bukankan di televisi hal itu normal saja bahkan bapak dan ibu sering mencium dia, ke napa sekolah berakhir jam 9 pagi, kenapa daun berwarna biru, kenapa dia bisa mengompol dan lain-lain. Dia juga sering meminta dibacakan cerita anak-anak walau dia bisa membacanya sendiri. Sudah lama orang tuanya tak lagi membacakan cerita ketika hendak tidur karena belum lagi cerita itu habis sudah terlalu banyak pertanyaan muncul.

Sekali lagi bocah makin cerewet seiring bertambahnya usia. Pertanyaan yang ia ajukan tak lagi perihal gambar sayur-mayur di selembar karton tetapi ia mulai mempertanyakan dari mana asal bunyi tamparan dan suara seperti rintih orang kesakitan yang berasal dari kamar orang tuanya.
“ohh itu kami nonton film nak”
“Ibu kok gak ngajak adek”.
“kamu belum cukup umur nak”
“emangnya cukup umur itu apa ya”
“waktu kamu sudah besar”
“kan adek udah besar, emangnya film apa sih yang Ibu liat”
“film perang nak”
“asyik dong. Adek mau nonton juga”
“perang bukan hal yang mengasyikkan”
“lalu kenapa di televisi banyak berita perang, di game juga banyak. Aku kepengen punya hobi perang”
Dan seorang ibu akan hanya tersenyum sambil mengusap kepala anaknya. Ketika Ibu melihat suaminya seolah-olah meminta tolong, bapak berpura-pura tertidur. Keluarga kecil yang lucu.

***

Di buangnya botol itu. Dia mengambil botol dengan lubang berdiameter lebih besar. Hari sudah surup. Angin berhembus membawa suasana aneh dan tidak nyaman langit berwarna biru atau jingga atau oranye kita tak tahu pasti, yang pasti adalah Ada sosok mengawasi si bocah dari kejauhan.
“Sudah petang. Ayo pulang. Ibu mencarimu kemana-mana”
“loh, Bu. Kenapa kalau petang harus pulang?”
“Sebab setan-setan berkeliaran”
“setan itu apa, Bu”
“setan itu monster menakutkan yang akan memakan kamu jika keluyuran waktu petang”
“loh itu om Budi jualan ceker setan. Kok kita yang makan setan”
Bocah itu segera diseret pulang kerumah. Dia beruntung mempunyai orang tua yang sabar dan penyanyang. Jika tidak si bocah akan berakhir di halaman koran atau berita televisi sebagai korban penganiayaan orang tua atau dia akan berakhir di sebuah pesantren atau asrama barangkali -tempat rehabilitas anak bandel secara umum- lalu dia akan dipaksa mandi dan sholat Maghrib. Dalam hal ini keterpaksaan adalah obat paling mujarab.
“Pak, kenapa ya kita harus sholat lima waktu?”
“tanya sendiri pada Allah”. Jawab bapak dengan cengegesan
Sekali lagi kita akan menyaksikan bagaimana filsuf kecil kita sedang terbentuk. Dia mulai teliti mengamati alam. Mengamati pergantian siang malam, bulan purnama, zodiak, cuaca dan lain-lain. Dan semesta akan lebih sering mengirimkan sasmita supaya hidupnya lebih tenang. Seperti pada suatu malam dia terjaga dan tak bisa tidur lagi. Hawa malam itu terasa hambar. Tidak ada cengkerik jangkrik. Tidak ada bunyi tik-tok jam. Tiba-tiba dia mencium bau gosong. Di dapur rumahnya kompor mati semua. Ia buka jendela terlihat sekelompok orang membakar rumah tetangganya. Ia segera meloncat keluar jendela sebab jarak antara jendela kamar dengan tanah hanya satu lantai dan berteriak minta tolong. Warga-warga berhamburan keluar rumah. Kelompok pembakar berhasil kabur. Tetapi Rumah dan empunya berhasil diselamatkan. Diam-diam dia bersyukur atas tanda yang diberikan padanya tetapi dia menyimpan dendam yang termat besar kepada kelompok itu. Mengingat pemilik rumah hanya seorang buruh.
“semesta tak akan membiarkan kelompok itu tidur tenang atau api ini akan kembali pada salah satu dari mereka”

***

Ia tak lagi cerewet. Makin dewasa makin banyak diam. Alhamdulillah dia tidak menjadi bani israil yang banyak tanya. Logikanya beralih menjadi ketajaman indera menangkap pelbagai tanda disekitar. Hingga disuatu pagi dia terbangun di rumah pak Lurah ditemani Ibu yang menangis sesenggukan


“Bu kenapa kita ada disini”
“Nak. Rumah kita terbakar dengan bapak didalamnya”

Tulisan Lain di &

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

PUTIBAR: Jejak Sejarah dan puisi lainnya…

Menguak Benang Misteri: 5 Miliar Won Dalam Film Connection

Peringatan Darurat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terbaru

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat

Populer

Refleksi Sejarah Resolusi Jihad, Unisma laksanakan Apel Peringatan Hari Santri Nasional 2024

Libatkan Volunteer dari Jurusan Lain, ESA UNISMA Sukses Gelar NEF 2024

Cahaya Padam di Ujung Kemenangan

Dulu Bisa Hampir Setiap Hari Main Judol, Sekarang Tobat