“Alhamdulillah, hasil dari seleksi beberapa bulan yang lalu tidak mengkhianati proses yang sangat panjang,” ungkap Ismy Nazilatul Mubarokah dengan suara bergetar menahan haru. Mahasiswa semester empat Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) FKIP Unisma ini masih tidak percaya telah berhasil meraih posisi Runner-up 1 dalam Pemilihan Duta Kampus Unisma 2025. Bagi gadis berlatar belakang pesantren ini, pencapaian tersebut bukan sekadar prestasi akademik biasa. Ini adalah pembuktian bahwa santri pun bisa bersinar di panggung kampus yang bergengsi.
Perjalanan Nazil menuju podium juara dimulai dari kegelisahan sederhana: rasa ingin melawan ketidakpercayaan diri yang kerap menghantuinya. Kombinasi passion berbahasa asing dan public speaking yang dipupuk sejak di pesantren menjadi modal utamanya memasuki dunia kompetisi kampus yang penuh tantangan ini.
Dari Gemar Bahasa Asing hingga Berani Tampil
Cerita Nazil dimulai dari kecintaannya pada dunia bahasa yang sudah terbangun sejak di pesantren.
“Saya gemar mempelajari bahasa asing di pesantren, terutama terfokus pada bahasa Arab dan Inggris, suka juga dengan public speaking,” kenangnya sambil tersenyum. Kegemaran ini kemudian membawanya memilih Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris sebagai jenjang pendidikan tingginya di Unisma.
Bukan hanya itu, ada motivasi yang lebih dalam dari sekadar passion akademik. Ia ingin menjadi salah satu bukti bahwa semua orang, dari mana pun latar belakangnya, bisa bersinar di ajang bergengsi.
“Selain ingin mengaplikasikan kemampuan bahasa ke public speaking, saya juga ingin membuktikan kalau santri bisa juga jadi duta,” tegasnya dengan penuh keyakinan.
Dukungan Orang Sekitar jadi Belak Keyakinan
Ketika ditanya siapa yang paling berperan dalam kesuksesannya, Nazil langsung menyebut keluarga, khususnya orang tua. “Mereka selalu memberikan doa, dukungan moral, dan semangat,” ungkapnya dengan mata berbinar.
Dukungan keluarga menjadi fondasi terkuat dalam perjalanan Nazil. Ia merasa beruntung memiliki keluarga yang sangat mendukung setiap kegiatan positif yang dilakukannya.
“Keluarga benar-benar mendukung apapun kegiatan positif yang saya lakukan,” ungkapnya dengan rasa syukur.
Tidak lupa, dukungan kedua orang tuanya selalu diimbangi dengan nasihat bijak yang membuat gadis berprestasi itu merasa disayangi. Ia yang posisinya jauh dari keluarga selau diberi nasehat agar selalu menjaga sikap dan tetap rendah hati.
“Mereka selalu menasihati agar saya selalu menjaga sikap, berpakaian sopan, dan tetap rendah hati,” tambah Ismy yang kini menjadi kebanggaan keluarga.
Nazil juga merasa bersyukur dikelilingi teman-teman yang sangat supportif sepanjang perjalanan kompetisinya.
“Dukungan mereka membuat saya merasa tidak sendirian,” tambahnya dengan penuh rasa syukur.
Lingkungan positif inilah yang membuatnya semakin tergerak untuk memberikan yang terbaik dalam setiap penampilannya.
Kalau Udah Nyebur, Sekalian Basah Aja
Keputusan mengikuti kompetisi duta kampus berawal dari keinginannya melawan ketidakpercayaan diri yang sempat mengusiknya. Ismy mengaku tertarik di bidang public speaking tetapi kerap dirundung rasa tidak percaya diri.
“Saya memberanikan diri untuk mencoba dari ajang putra-putri Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,” ceritanya.
Filosofi sederhana kemudian menguatkan langkahnya, “Kalau udah nyebur sekalian basah aja, sekalian ikut ke ajang yang lebih tinggi seperti duta kampus.”
Keberanian mengambil risiko ini akhirnya membawanya pada pencapaian membanggakan.
Proses yang Panjang Berujung Membanggakan
Meraih prestasi Runner-up 1 tentu bukan perkara mudah bagi Nazil. Ia mengaku harus mempersiapkan banyak hal, mulai dari kesiapan mental, pengetahuan, hingga penampilan.
Secara mental, Ia berusaha membangun rasa percaya diri dan komitmen untuk memberikan penampilan terbaik, bagaimana pun hasil akhirnya nanti. Dari segi pengetahuan, Ismy rajin membaca isu-isu terkini, mempelajari sejarah kampus, serta memahami nilai-nilai yang dijunjung tinggi institusi. Ia juga melatih kemampuan public speaking, wawasan keorganisasaan, serta kemampuan menjawab pertanyaan secara cekatan, kritis, berbobot dan lugas.
Perjalanan menuju podium juara tidak selalu mulus bagi Nazil. Menurutnya, kendala terbesar yang dihadapinya adalah manajemen waktu antara persiapan kompetisi dengan tanggung jawab akademik dan organisasi.
“Awalnya cukup menantang karena semuanya menuntut perhatian penuh,” akunya dengan jujur. Namun, Ismy belajar menyusun skala prioritas dan membuat jadwal harian yang lebih teratur. “Saya memanfaatkan waktu seefektif mungkin, bahkan di sela-sela waktu luang,” tambahnya sambil tersenyum bangga.
Tantangan lain yang juga sangat mengganggunya adalah rasa kurang percaya diri ketika melihat peserta lain yang ia nilai sangat kompeten.
“Saya mencoba untuk tidak membandingkan diri secara berlebihan dan lebih fokus pada peningkatan diri sendiri,” ungkapnya bijak. Salah satu cara agar kepercayaan dirinya terjaga.
“Tugas saya adalah menampilkan versi terbaik dari diri saya sendiri,” tegasnya dengan penuh keyakinan.
Sebuah Pesan Motivasi
Sebagai mahasiswa yang telah merasakan manis pahitnyanya perjuangan, Nazil memiliki pesan khusus untuk teman-teman mahasiswa lainnya.
“Jangan pernah ragu untuk mencoba dan melangkah,” pesannya dengan penuh semangat.
Ia meyakini bahwa kesuksesan tidak datang pada mereka yang hanya menunggu, melainkan pada mereka yang berani mengambil peluang meski harus keluar dari zona nyaman. “Proses mungkin tidak selalu mudah, tapi dari situlah kita tumbuh,” tambahnya dengan bijak. Nazil juga menekankan pentingnya berani mengambil resiko gagal karena dari kegagalan kita belajar untuk menjadi lebih baik.
Bagi Ismy Nazilatul Mubarokah, menjadi Runner-up 1 Duta Kampus Unisma 2025 adalah titik awal, bukan titik akhir. Ia berharap pencapaiannya dapat menginspirasi banyak orang, terutama mereka yang berlatar belakang sama sepertinya, pesantren, untuk berani bermimpi besar.
Melalui lika-liku perjalanannya, Nazil membuktikan bahwa dengan kerja keras, dukungan keluarga, dan keberanian mengambil risiko, impian sebesar apapun bisa diwujudkan. Kini, ia siap mengemban amanah sebagai duta kampus dengan tetap menjaga nilai-nilai yang telah diajarkan keluarga dan almamater pesantrennya.